Sabtu, 12 November 2011

ANTENNA

1.HF ANTENNA

2. VHF ANTENNA

HISTORI OF 73

History of 73

  From the 1969 ARRL "The Radio Amateur's Operating Manual"


  The traditional expression "73" goes right back to the beginning of the 
landline telegraph days.  It is found in some of the earliest editions of 
the numerical codes, each with a different definition, but each with the 
same idea in mind - it indicated that the end, or signature, was coming 
up.  But there are no data to prove that any of these were used.

  The first authentic use of 73 is in the publication 'The National 
Telegraph Review and Operators' Guide,' first published in April 1857.  
At that time, 73 meant "My love to you!"   Succeeding issues of this 
publication continued to use this definition of the term.  Curiously 
enough, some of the other numerals then used have the same definition 
now that they had then, but within a short time, the use of 73 began to 
change.

  In the National Telegraph Convention, the numeral was changed from 
the Valentine-type sentiment to a vague sign of fraternalism.  Here, 73 
was a greeting, a friendly "word" between operators and it was so used 
on all wires.

  In 1859, the Western Union Company set up the standard "92 Code."  A
list of numerals from one to 92 was compiled to indicate a series of 
prepared phrases for use by the operators on the wires.  Here, in the 92 
Code, 73 changes from a fraternal sign to a very flowery "accept my 
compliments," which was in keeping with the florid language of that era.

  Over the years from 1859 to 1900, the many manuals of telegraphy show 
variations of this meaning.  Dodge's 'The Telegraph Instructor' shows it
merely as "compliments".  The 'Twentieth Century Manual of Railway and 
Commercial Telegraphy' defines it two ways, one listing as "my 
compliments to you"; but in the glossary of abbreviations it is merely 
"compliments".  Theodore A. Edison's 'Telegraphy Self-Taught' shows a
return to "accept my compliments".  By 1908, however, a later edition of 
the Dodge Manual gives us today's definition of "best regards" with a 
backward look at the older meaning in another part of the work where it 
also lists it as "compliments".

  "Best regards" has remained ever since as the "put-it-down-in-black-
and-white" meaning of 73 but it has acquired overtones of much warmer 
meaning.  Today, amateurs use it more in the manner that James Reid had 
intended that it be used - a "friendly word between operators".


Kutipan Hasil MUNAS IX ORARI

Dalam AD/ART disebutkan bahwa Ketua Umum
dan DPP terpilih mendapatkan kesempatan
selama sebulan SESUDAH pelaksanaan MUNAS
untuk menyusun/membentuk Kepengurusan
ORARI Pusat untuk Masa Bakti 5 tahun
berikutnya.
Karenanya, pasca MUNAS IX yang diselenggarakan di Hotel Grand SAHID Jaya, Jakarta pada
tanggal 21-22 Oktober yang lalu, saat e-QSP
edisi Oktober 2011 ini disiapkan baru dapat
di”lapor”kan hasil pemilihan Ketua Umum dan
DPP ORARI Pusat yang diumumkan (dan dilantik)
pada malam Penutupan MUNAS IX, hari Sabtu
22 Oktober 2011 tersebut, sebagai  berikut:
ORARI Pusat Masa Bakti 2011-2016
Ketua Umum:  LetJen (Purn) Sutiyoso YBØST
DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT
Ketua    Prof DR H Abidin HH YB7LSB
Wkl Ketua  Drs Hadiono Bajuri YBØTZ
Sekretaris  H Bambang Soetrisno YBØKO
(Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris juga merangkap
sebagai Anggota)
Anggota:

   H. Alimuddin Halim YC4KTE
 Ir H Maharyanto YB3BM
 Helmi Mahmud YB4VX    
 Ir H Sutarman MM YB4MTN
 H Mahfud Alaidin YB6CA
 DR Ir H Rahmad S. Patadjai MS YB8KHR

Rabu, 09 November 2011

ORARI LOKAL SE SULAWESI TENGGARA

1. ORARI LOKAL KENDARI

2. ORARI LOKAL KONAWE

3. ORARI LOKAL POMALAA

4. ORARI LOKAL KOLAKA

5. ORARI LOKAL KONAWE SELATAN

6. ORARI LOKAL BOMBANA

7. ORARI LOKAL BAU-BAU

Selasa, 08 November 2011

SEKILAS MENGENAI SULAWESI TENGGARA


SEKILAS SULAWESI TENGGARA


Sulawesi tenggara terletak antara 3 derajat sampai 6 derajat Lintang Selatan dan 120 - 124.06 derajad Bujur Timur berbatasan dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah di sebelah Utara, laut Flores disebelah Selatan, dan dengan laut Banda di bagian Timur serta teluk Bone di bagian Barat. Jumlah penduduk saat ini diperkirakan sekitar 1.594.990 jiwa dengan penduduk asli yang terdiri dari 5 jenis suku yang berbeda yaitu, suku Tolaki, suku Morunene, suku Buton, suku Muna dan suku Bajo.
Sulawesi Tengara dapat dicapai melalui udara dari Jakarta atau Surabaya melalui Ujung Pandang dengan pesawat merpati Airlines dan melalui laut dilayani oleh PELNI, memlalui darat dapat dicapai melalui kota-kota propinsi di Sulawesi. Obyek dan daya tarik wisata Propinsi Sulawesi Tenggara selain seni budaya dan adat istiadat juga bertumpu pada obyek-obyek dan daya tarik wisata alam khususnya wisata bahari.
Menurut Yayasan Wallacea dan Eco Survey dari Inggeris yang bekerja sama dengan LIPI diketahui bahwa di gugusan pulau-pulau Tukang besi ( WAKATOBI) terdapat taman laut yang indah yang kaya dengan biota laut. Taman laut di kawasan tersebut mempunyai rating (nilai) yang tinggi dan merupakan salah satu taman laut terbaik di dunia. Hampir di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara mempunyai jenis tarian khusus, namun ada satu tarian yang identik dengan Sulawesi Tenggara yang dinamakan tarian"Lulo" atau "Molulo". Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang sakral dan penuh filosofis, namun dalam perkembangannya Molulo sekarang sudah menjadi tarian pergaulan atau tarian rakyat yang biasanyan dilakukan secara spontan pada setiap acara baik itu acara pesta ataupun acara-acara pesta yang dilaksanakan oleh instansi-instansi atau ogranisasi.
Salah satu atraksi unik di Sulawesi Tenggara terdapat di Muna yaitu atraksi adu kuda jantan yang memperebutkan kuda betina. Atraksi tersebut sangat menarik uantuk ditonton dan sudah dikenal oleh para wisatawan.

PUSAT INFORMASI GEMPA BUMI

PUSAT INFORMASI GEMPA BUMI

LINK KE INSTANSI TERKAIT

Badan Meterologi Klimatologi dan geofisika Indonesia

BADAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL

ORARI PUSAT

search data base amatir radio

UNDANGAN PEMBENTUKAN TEAM CORE ORARI DAERAH SULAWESI TENGGARA

SALAM ORARI

Kami ORARI DAERAH Sulawesi Tenggara Mengajak seluruh amatir radio di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara untuk bergabung dalam satu team khusus penanggulangan bencana COMUNICATION AND RESCUE ( CORE ).

Hal Ini sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Umum Organisasi Amatir Radio Indonesia No : Kep-068/OP/KU/2009 tentang pedoman penyelenggaraan Comunication and Rescue (CORE ) ORARI.

Untuk Info lebih lanjut silahkan menghubungi Sekretariat ORARI Daerah SULTRA,

e-mail : yb8zl@yahoo.co.id

CP : Agus Syarif ( YB8IAN )
        M. Nur Razak (YB8LL )
        M.H. Tahir  (YB8KNT )
        Salmin. S  (YC8IBD )

Terimakasih atas partisipasinya

73 & 88

ORARIDA SULTRA

Sultra Termasuk Daerah Rawan Bencana Alam


Sultra Termasuk Daerah Rawan Bencana Alam

AddThis Social Bookmark Button
Jakarta, 3/8 (SIGAP) - Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) termasuk salah satu dari 18 provinsi di Indonesia yang merupkan daerah rawan terjadinya bencana alam, kata Kepala Pelaksana Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) Sultra, Umar Abibu, di Kendari.
"Bencana yang rawan terjadi di Sultra adalah bencana banjir dan bencana angin puting beliung," katanya.
Dirinya mengatakan, kedua jenis bencana itu hampir terjadi merata di semua kabupaten/kota di Sultra, tetapi bencana banjir yang mengakibatkan kerugian besar kerap terjadi di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan.
"Sementara bencana puting beliung yang kerap meinimbulkan kerugian besar yakni terjadi di Kota Baau-Bau, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Muna, Kota Kendari," ujarnya. Ia mengatakan, bencana gempa bumi juga rawan terjadi di daerah ini, tetapi skalanya rata-rata tidak besar, tidak sampai merusak seperti bencana gempa yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia.
Dirinya juga mengatakan bahwa, dengan kondisi topografi Sultra yang merupakan provinsi kepulauan, ada potensi terjadinya bencana kecelakaan transportasi laut, terutama saat angin musim timur, kondisi itu mengancam keselamatan pelayaran antar pulau di daerah ini termasuk mengancam keselamatan para nelayan.
Peringatan dan informasi yang disampaikan Kepala BNPBD Sultra ini hendaknya ditindaklanjuti oleh pemerintah setempat.
“Sosialisasi oleh pemerintah kepada masyarakat luas akan sangat bermanfaat. Sebab, peringatan dini  soal bencana sangat membantu masyarakat menghadapi bencana,” kata Ray Rangkuti, aktivis Lingkar Madani, kepada SIGAP, Selasa (3/8).
Selain itu, Ray berharap pemerintah pun dapat segera membuat peta bencana daerah-daerah lain yang memiliki kerawanan bencana. “Jamak kita ketahui, seperti dikemukakan para ahli bencana, negeri ini, potensi bencana alamnya relatif besar,” katanya. (laporan Sofyan Badrie/ant)

PERAN ORARI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA


       PERAN ORARI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA *)

                                                             Oleh : ORARI DAERAH SULTRA


Pada dasarnya semua unsur penyelenggara komunikasi yang ada di Indonesia (milik pemerintah, milik swasta, milik perorangan, dll.) dapat dikerahkan oleh suatu badan, lembaga atau instansi yang berwenang mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan dan penanganan terhadap kejadian musibah/bencana/marabahaya (disaster), agar dapat tepat waktu dan tepat pola tindaknya pada saat keadaan emergency tersebut.

Dalam kenyataaannya, banyak diantara pemakai dan pengguna alat dan peralatan radio komunikasi yang belum memberikan perhatian yang agak pantas pada suatu kegiatan/operasi penanganan korban musibah bila terjadi keadaan darurat/marabahaya (disaster).

Hal tersebut diatas dapat disebabkan, antara lain oleh ;

1.    Tidak menyadari peranan penting dirinya yang berkemampuan menggunakan peralatan radio komunikasi dalam keharusan keterlibatannya.

2.    Tidak mempunyai minat dalam memanfaatkan kemampuan diri dan peralatannya, dan hanya berfikir sudah cukup bila dapat menjalankan perannya (pada waktu diminta) tanpa usaha untuk menguasai aturan-aturannya secara baik dan optimal.

3.    Tidak tahu harus berbuat apa,.. karena ketidak-tahuan dan tidak terlatih.

Dari uraian secara umum yang ditulis diatas, maka terlihat begitu pentingnya kita semua harus paham akan posisi dan peran ORARI (organisasi beserta anggota didalamnya), bahwa kegiatan public service yang dilakukan ORARI dalam keadaan disaster dengan segala bentuk dan implikasinya, akan berujung pada seberapa besar kemampuan koordinasinya, kemampuan dan pengetahuan individu yang dilibatkan, serta dukungan kerja-sama terpadu dari semua pihak/unit yang ikut dalam kegiatan penanggulangan bencana tersebut.

PENGERTIAN UMUM DAN PERAN KOMUNIKASI :

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu maksud, tujuan ataupun berita-berita kepada pihak-pihak lain dan mendapatkan respons/tanggapan sehingga pada masing-masing pihak mencapai pengertian yang maksimal.
                                                                       
Bentuk komunikasi tersebut dapat dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat/tanda dan juga dapat menggunakan peralatan (misalnya; radio dengan informasi suara, data dan gambar).

Dalam suatu keadaan darurat (disaster) baik dalam skala kecil, menengah dan besar, unsur komunikasi adalah salah-satu komponen (sub-system) yang berperan menentukan terhadap; berhasil atau kurang berhasil, bahkan gagalnya suatu operasi penyelamatan (search and rescue) dan pengerahan bantuan penanganan serta penanggulangan terhadap kejadian musibah/bencana.

Komponen-komponen yang saling menunjang dalam suatu operasi/-pengerahan bantuan dimaksud, adalah;

1.    Organisasi (mission organization);
2.    Fasilitas;
3.    Pelayanan gawat darurat (emergency care);
4.    Komunikasi; dan
5.    Dokumentasi;

FUNGSI KOMUNIKASI :

Komunikasi yang berada didalam jaring koordinasi untuk penanganan bencana (disaster) harus berfungsi setiap saat, baik pada tahap SEBELUM terjadi musibah/bencana, SAAT terjadi musibah/bencana, maupun pada tahap PASCA terjadinya musibah/- bencana.

Fungsi-fungsi tersebut, meliputi ;

1.    Sarana pengindera-dini (early warning system), agar musibah/-bencana/marabahaya yang terprediksi/diperkirakan akan terjadi dapat dideteksi  sejak  awal,  sehingga  semua  usaha pertolongan dan penyelamatan dapat dilakukan tepat waktu, terseleksi (tepat guna) dan mengurangi timbulnya kerugian yang banyak (harta benda bahkan jiwa manusia).

2.    Sarana koordinasi antar semua institusi/instansi/organisasi/- potensi yang terlibat operasi, agar menemukan cara yang tepat, cepat, efektif dan efisien.

3.    Sarana untuk mengalirkan perintah, berita-berita dan berikut pengendalian terhadap semua unsur dan elemen yang terlibat dalam operasi/kegiatan pertolongan/penyelamatan.

4.    Sarana bantuan administrasi dan logistik.

DASAR ATURAN BAGI ORARI UNTUK DAPAT DILIBATKAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA :

1.    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2000, tentang; Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pasal 41 ayat 2 :

Kegiatan Amatir Radio dapat digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR).
2.    Anggaran Dasar (AD) ORARI, Pasal 6 ayat e :

Melaksanakan bantuan komunikasi radio dan penyampaian berita darurat pada saat terjadi marabahaya, bencana alam dan penyelamatan jiwa manusia dan harta benda.

KEMANA ORARI DIPERBANTUKAN SAAT TERJADI MUSIBAH/BENCANA :

1.    BAKORNAS PB (di Tingkat Nasional);
2.    BASARNAS (di Tingkat Nasional);
3.    SATKORLAK PB (di Tingkat Daerah);
4.    FKSD DKI (di Tingkat Daerah);
5.    PUSDALGANGSOS DKI (di Tingkat Daerah); dan
6.    SATLAK PB (di Tingkat KODYA);

APA FUNGSI DAN TUGAS ORARI SAAT TERJADI BENCANA :

1.    Bekerja dibawah kendali operasional (BKO terhadap lembaga yang disebut diatas);

2.    Menyiapkan jaring komunikasi operasi;

3.    Mendukung komunikasi “YANG TAK TERBATAS” pada saat terjadinya musibah, marabahaya dan bencana, sampai berfungsinya sistem komunikasi (reguler) yang ada;

APA PERSYARATAN ANGGOTA ORARI YANG DILIBATKAN :


1.    Menguasai teknik set-up komunikasi darurat (emergency) serta prosedur komunikasi darurat/lapangan;

2.    Menguasai teknik-teknik hidup dialam terbuka;

3.    Menguasai dasar/standard PPGD; dan

4.    Mampu bekerja dibawah stressing dan tekanan tinggi, khususnya pada bencana yang spesifik (seperti; tawuran massal, dll.).

PERATURAN DAERAH NO. 3 TAHUN 2009 TENTANG BPBD



PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
NOMOR : 3 TAHUN 2009
TENTANG
PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH ( BPBD )
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

Menimbang :  a.   bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Pemerintah Provinsi membentuk lembaga lain sebagai bagian dari Perangkat Daerah Provinsi untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan tugas pemerintahan umum lainnya;

                           b.   bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tenggara.


Mengingat    :  1.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara­ Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

                           2.   Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

                           3.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);





- 2 -



                           4.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

                           5.   Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

                           6.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

                           7.   Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

               8.   Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

                           9.   Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

                           10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);

               11. Peraturan Presiders Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

                           12. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.








- 3 -


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Dan

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

 MEMUTUSKAN :

Menetapkan :  PERATURAN DAERAH TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA.



BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1.    Daerah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara;

2.    Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara;

3.    Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Tenggara;

4.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara;

5.    Sekretaris Daerah       adalah Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara;

6.    Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang selanjutnya disingkat BPBD adalah perangkat daerah provinsi yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana;

7.    Kepala Pelaksana adalah Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara;

8.    Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan yang mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan balk oleh faktor alam dan /atau faktor non alam maupun faktor manusia merusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.








- 4 -


BAB II

PEMBENTUKAN,KEDUDUKAN,
TUGAS DAN FUNGSI


Bagian Pertama

Pembentukan

Pasal 2

Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang selanjutnya disingkat BPBD.


Bagian Kedua

Kedudukan

Pasal 3

(1)   BPBD berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur;

(2)   BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara dipimpin oleh Kepala Badan secara ex – officio dijabat oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 4

BPBD merupakan unsur pendukung tugas Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang penanggulangan bencana.

Pasal 5

BPBD mempunyai tugas :
a.    menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan serata;

b.    menetapkan  standarisasi  serta      kebutuhan      penyelenggaraan penanggulangan berdasarkan peraturan perundangan-undangan;

c.    menyusun, menetapkan dan mengkonfirmasikan peta rawan bencana;

d.    menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e.    melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana;

f.     melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;




- 5 -



g.    mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

h.    mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

i.      melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

Pasal 6

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, BPBD mempunyai fungsi :

a.    perumusan dan penetapan kebijakan tehnis bidang penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, effektif dan effisien;

b.    pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang penanggulangan bencana;

c.    pembinaan, fasilitasi dan pelaksanaan tugas di bidang pencegahan dan kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, logistik dan peralatan;

d.    pengkoordinasian,  komando           dan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh;

e.    pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang penanggulangan bencana;

f.     pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan lingkup BPBD;

g.    pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai tugas dan fungsinya.



BAB III

ORGANISASI

Bagian Kesatu

Susunan Organisasi

Pasal 7

Susunan Organisasi BPBD terdiri dari :

a.    Kepala;

b.    Unsur Pengarah;

c.    Unsur Pelaksana.





- 6 -


Bagian Kedua

Unsur Pengarah

Pasal 8

(1)     Pengaturan Unsur Pengarah BPBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2)     Unsur Pengarah sebagaimana dimaksud pads ayat (1) terdiri dari : a.  Pejabat Pemerintah terkait;
b.  Anggota masyarakat profesional.

(3)     Keanggotaan Unsur Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Bagian Ketiga

Unsur Pelaksana

Pasal 9

(1)     Unsur Pelaksana BPBD berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD;

(2)     Unsur Pelaksana BPBD dipimpin Kepala Pelaksana yang membantu Kepala BPBD dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Ungsur Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah sehari-hari.

Pasal 10

Unsur Pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 di atas, mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputi :

a.    pra bencana;

b.    saat tanggap darurat dan

c.    pasca bencana.

Pasal 11

Unsur Pelaksana BPBD menyelenggarakan fungsi :

a.    pengkoordinasian;

b.    pengkomandoan dan;

c.    pelaksana.









- 7 -


Pasal 12

Fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a merupakan fungsi koordinasi Unsur Pelaksana BPBD dilaksanakan melalui koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya di daerah, instansi vertikal yang ada di daerah, lembaga usaha dan/atau pihak lain yang diperlukan pada tahap pra bencana dan pasca bencana.

Pasal 13

Fungsi komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b merupakan fungsi komando Unsur Pelaksana BPBD dilaksanakan melalui pengarahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dari Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya, instansi vertikal yang ada di daerah serta langkah-langkah lain yang diperlukan dalam rangka penanganan darurat bencana.

Pasal 14

Fungsi pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c merupakan fungsi pelaksana Unsur Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah dilaksanakan secara terkoordinasi dan teritegarasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya di daerah dengan memperhatikan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1)   Susunan Organisasi Unsur Pelaksana BPBD terdiri dari :

a.    Kepala Pelaksana;

b.    Sekretariat Unsur Pelaksana:

c.    Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan;

d.    Bidang Penanganan Darurat dan Logistik;

e.    Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi;

f.        Unit Pelaksana Teknis dan Satuan Tugas ( Satgas );

g.    Kelompok Jabatan Fungsional.

(2)   Bagan Struktur Organisasi Unsur Pelaksana BPBD tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini;

(3)   Penjabar Tugas Pokok dan Fungsi BPBD akan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.










- 8 -


Bagian Keempat

Kepala Pelaksana

Pasal 16

Kepala Pelaksana BPBD mempunyai tugas membantu Gubernur dalam hal pengkoordinasian satuan kerja Perangkat Daerah, Lembaga Vertikal, Lembaga Usaha, pengkomandoan yang meliputi pengarahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dan pelaksanaan kegiatan secara terkoordinasi dan memperhatikan kebijakan penyelenggaraan bencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Kelima

Sekretariat Unsur Pelaksana

Pasal 17

(1)  Sekretariat mempunyai tugas melakukan penyusunan program, pengumpulan bahan peraturan perundang-undangan, pengelolaan keuangan, kepegawaian, pengurusan rumah tangga dan pengelolaan administrasi surat menyurat ;

(2)  Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana BPBD.

Pasal 18

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Sekretariat mempunyai fungsi :
a.    penyusunan program dan peraturan perundang-undangan;

b.    pengelolaan administrasi keuangan;

c.    pengelolaan administrasi kepegawaian;

d.    pengelolaan kesekretariatan, rumah tangga, perlengkapan, dan surat menyurat;

e.    inventarisasi kebutuhan dan pengelolaan sarana dan prasarana penanganan bencana.

Pasal 19

(1)  Sekretariat Unsur Pelaksana terdiri atas :

a.    Sub Bagian Program dan Perundang-undangan;

b.    Sub Bagian Keuangan dan Kepegawaian;

c.    Sub Bagian Umum dan Tata Usaha.

(2)  Sub Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris.





- 9 -


Pasal 20

(1)  Sub Bagian Program dan Perundang-undangan mempunyai tugas melakukan penyusunan program dan pengumpulan bahan peraturan perundang-undangan;

(2)  Sub Bagian Keuangan dan Kepegawaian mempunyai tugas pengelolaan urusan administrasi kepegawaian dan pengelolaan administrasi urusan keuangan baik rutin maupun dana dekonsentrasi;

(3)  Sub Bagian Umum dan Tata Usaha mempunyai tugas melakukan pengelolaan administrasi umum, urusan surat menyurat, kearsipan, pengelolaan perlengkapan, dan rumah tangga serta keprotokoleran di lingkungan Unsur Pelaksana BPBD.


Bagian Keenam

Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

Pasal 21

(1)  Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas menyiapkan bahan standarisasi penanganan bencana, peta rawan bencana dan informasi dini tentang gejala bencana;

(2)  Bidang Pencegahan dan Kesiap Siagaan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana BPBD.

Pasal 22

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai fungsi :

a.    pelaksanaan pembinaan terhadap langkah pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana;

b.    pemantauan dan penetapan dan mengkonfirmasikan peta rawan bencana;

c.    penyusunan dan penetapan prosedur tetap penanganan dan penanggulangan bencana;

d.    pelaksanaan tugas di bidang pencegahan dan kesiapsiagaan.

Pasal 23

(1)  Bidang Pencegahan dan Kesiap Siagaan terdiri atas :

a.    Sub Bidang Pencegahan;

b.    Sub Bidang Kesiapsiagaan.

(2) Sub Bidang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bidang Pencegahan dan Kesiap Siagaan.




- 10 -


Pasal 24

(1)  Sub Bidang Pencegahan mempunyai tugas memberikan pembinaan dan penyuluhan serta langkah-langkah tentang pencegahan lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya bencana;

(2)  Sub Bidang Kesiapsiagaan mempunyai tugas memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tats cara dan persiapan dini untuk menghadapi bencana.


Bagian Ketujuh

Bidang Penanganan Darurat dan Logistik

Pasal 25

(1)  Bidang Penanganan Darurat dan Logistik mempunyai tugas menyusun dan menetapkan prosedur penanganan darurat penyelamatan, evakuasi, penanganan pengungsi, sarana dan prasarana darurat serta logistik korban bencana;

(2)  Bidang Penanganan Darurat dan Logistik dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Badan BPBD.

Pasal 26

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Bidang Penanganan Darurat clan Logistik mempunyai fungsi :

a.    penyusunan dan penetapan prosedur penanganan bencana;

b.    pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulanan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh;

c.    penanganan  darurat  untuk penyelamatan dan evakuasi korban bencana;

d.    pemberian bimbingan dan pelayanan pengungsi terhadap korban bencana;

e.    pemberian bantuan sarana prasarana dan logistik terhadap korban bencana;

f.     pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi.

Pasal 27

(1)  Bidang Penanganan Darurat dan Logistik terdiri atas :
a.    Sub Bidang Penyelamatan, Evakuasi dan Penanganan Pengungsi;

b.    Sub Bidang Sarana dan Prasarana Darurat dan Logistik.





- 11 -


(2)  Sub Bidang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bidang Penanganan Darurat dan Logistik.

Pasal 28

(1)  Sub Bidang Penyelamatan, Evakuasi dan Penanganan Pengungsi mempunyai tugas menginventarisir korban bencana untuk menyelamatkan dan mengevakuasi serta penanganan pengungsi secara tepat dan cepat efektif dan efisien;

(2)  Sub Bidang Sarana dan Prasarana Darurat dan Logistik mempunyai tugas memfasilitasi penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana serta logistik korban bencana dengan tepat dan cepat, efektif dan efisien serta terkoordinasi.


Bagian Kedelapan

Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Pasal 29

(1)  Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana kebutuhan korban bencana dan masyarakat pada umumnya;

(2)  Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana Badan BPBD.

Pasal 30

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana climaksud dalam Pasal 29, Bidang Rehabilitasi clan Rekonstruksi mempunyai fungsi :

a.    enyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan rehabilitasi dan rekonstruksi korban bencana;

b.    pemberian bantuan rehabilitasi secara adil dan secara terhadap korban bencana;

c.    penyelenggaraan rekonstruksi terhadap daerah yang terkena bencana;

d.    pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Pelaksana BPBD.

Pasal 31

(1)  Bidang Rehabilitasi clan Rekonstruksi terdiri atas :

a.    Sub Bidang Rehabilitasi;

b.    Sub Bidang Rekonstruksi.

(2)  Sub Bidang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.


- 12 -


Pasal 32

(1)  Sub Bidang Rehabilitasi mempunyai tugas menyusun rencana program rehabilitasi dan fasilitasi pemberian bantuan secara adil dan setara terhadap korban bencana.

(2)  Sub Bidang Rekonstruksi mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana program rekonstruksi dan memfasilitasi pelaksanaan rekonstruksi.


Bagian Kesembilan

Unti Pelaksana Teknis dan Satuan Tugas (Satgas)

Pasal 33

Unit Pelaksana Teknis dan Satuan Tugas (Satgas) mempunyai tugas melaksanakan tugas-tugas teknis operasional berdasarkan kewenangan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesepuluh

Kelompok Jabatan Fungsional

Pasal 34

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas teknis unsur Pelaksana BPBD sesuai bidang keahlian dan kebutuhan.

Pasal 35

(3)  Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, terdiri dari sejumlah Pegawai Negeri Sipil dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai bidang keahliannya ;

(4)  Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior yang ditunjuk oleh Gubernur dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Pelaksana BPBD Provinsi;

(5)  Jumlah Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja;

(6)  Jenis Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas diatur sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.








- 13 -


BAB III

TATA KERJA

Pasal 36

Dalam melaksanakan tugas Kepala Pelaksana Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian/Sub Bidang dan Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan Unsur Pelaksana BPBD wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi balk dilingkungan Badan maupun dengan instansi lain sesuai dengan tugas masing-masing.

Pasal 37

Kepala Pelaksana BPBD mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya masing-masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah­langkah yang diperlukan sesuai ketentuan Peraturan Peru ndang-Undangan yang berlaku.

Pasal 38

Kepala Pelaksana BPBD bertanggung jawab, memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk terhadap pelaksanaan tugas bawahannya.

Pasal 39

Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian/Sub Bidang wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab pada atasannya masing-­masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pads waktunya.

Pasal 40

Setiap laporan yang diterima oleh Kepala Badan dari bawahannya, wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk teknis kepada bawahan.

Pasal 41

Dalam menyampaikan laporan lebih lanjut, tembusan wajib disampaikan pula kepada Satuan Organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

Pasal 42

Dalam melaksanakan tugas, Kepala Pelaksana BPBD dibantu oleh Satuan Organisasi bawahannya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahannya wajib mengadakan rapat berkala.







- 14 -


Pasal 43

Hubungan kerja antara BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota bersifat memfasilitasi/koordinasi dan pada saat penanganan darurat bencana BPBD Provinsi dapat melaksanakan fungsi komando, koordinasi dan pelaksana.

Pasal 44

Hubungan kerja antara BPBD Provinsi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersifat koordinasi dan teknis kebencanaan dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana.


BAB IV

KEPANGKATAN, PENGANGKATAN, ESELONISASI
DAN PEMBERHENTIAN DALAM JABATAN

Pasal 45

(1)  Kepangkatan, pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan struktural dilingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, berpedoman pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

(2)  Kepala Pelaksana BPBD diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Sekretaris Daerah;

(3)  Kepala Pelaksana BPBD adalah eselon Il.a;

(4)  Sekretaris Badan dan Kepala Bidang adalah eselon III.a;

(5)  Kepala Sub Bagian dan Kepala Sub Bidang Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah Eselon IV.a;

(6)  Pejabat Eselon III dan IV di lingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Kepala Pelaksana BPBD melalui Sekretaris Daerah;

(7)  Ketua Kelompok Jabatan Fungsional disesuaikan dengan peraturan jabatan fungsional;

(8)  Formasi dan Persyaratan Jabatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur, sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah;


BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 46

(1)  Pembinaan dan Pengawasan teknis administrif serta fasilitasi penyelenggaraan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri RI;

(2)  Pembinaan dan penyelenggaraan teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan berkoordinasi pads Menteri Dalam Negeri.

- 15 -


BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 47

Segala pembiayaan BPBD dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi bersumber dari APED dan sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Dengan terbentuknya Badan Penanggulanan Bencana Daerah, maka Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Provinsi dibubarkan dan menyerahkan seluruh arsip/dokumen, data/informasi lainnya serta peralatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada BPBD.

Pasal 49

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.


Ditetapkan di Kendari,
pada tanggal 18 Juli            2009

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,




          H. NUR ALAM


Diundangkan di Kendari
pada tanggal 18 Juli 2009

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
SULAWESI TENGGARA,




H. ZAINAL ABIDIN


LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2009 NOMOR : 3






BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
BADAN PENANGULANGAN BENCANA DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA


GUBERNUR SULAWESI TENGGARA





        H. NUR ALAM